Cantik itu Luka: Fenomena Eksploitasi Perempuan dalam Peluhuran Definisi yang Saklek Mengenai Kecantikan dalam Akun Kampus Cantik

Debora Cindy Audylia
3 min readMar 28, 2023

--

Dewasa ini penggunaan media sosial cukup bekembang pesat. Dilansir dari Hootsite pengguna aktif media sosial di Indonesia di tahun 2022 mencapai 4,62 milyar yang artinya naik 10% dari tahun sebelumnya. Perkembangan minat yang masif ini jelas membuat peneliti dan pembuat kebijakan tergugah untuk melakukan perkembangan yang progresif sebab penggunaan media sosial seperti dua sisi koin, memiliki sisi positif dan negatif. Sisi gelap pada penggunaan media sosial salah satunya terkait resiko perundungan yang berkonsekuensikan hukum.

Kemunculan akun @/kampus.cantik merupakan salah satu sarana yang dapat memfasilitasi perundungan sebab disinilah terjadi pengglorifikasian kecantikan subjektif yang diframing secara massal dan dibungkus dalam atmosfer yang amoral. Deretan postingan foto tidak dapat dikatakan sebagai sebuah kebanggaan, karena sejatinya jika menganalisis lebih dalam, perempuan sedang diojektifikasi. Kebebasan pendapat yang digunakan tanpa ada penghalang membuat audiens bisa meninggalkan jejak komentar berupa hujatan bahkan terselip ujaran pelecehan.

Permasalahan yang melekat dalam akun ini bukan hanya mengenai penghancuran ranah privasi seperti yang diteliti oleh mahasiswa UGM yang tergabung dalam Tim PKM-RSH dengan menyertakan hasil penelitiannya sebanyak 51% responden mendapatkan gangguan atas ruang privasinya, namun juga pengglorifikasian ideologi kecantikan ideal yang positivistik dan pengkomodifikasian tubuh perempuan. Ini bukan sekedar aksiomatika belaka karena dapat dibuktikan dengan lonjakan interaksi audiens. Reaksi masyarakat dalam meluhurkan pendefinisan yang saklek membuat kecantikan dikejar sebagai prestise dalam hubungan sosial dan percintaan. Telah terjadi bias gender sebab pihak perempuan ditempatkan dalam kondisi yang dirugikan. Kontrol kekuatan paradigma maskulinitas dapat menghujam tuntutan mengenai visualisasi perempuan yang sempurna dan memberikan keringanan pada laki-laki perihal rupa dengan dalih keterdapatan kelimpahan harta, usaha, atau kecerdasan.

Pendekonstruksian standar mengenai egois dalam media industri komersial makin menempatkan posisi perempuan semakin terpojok. Bisa dilihat bahwa kebanyakan dari akaun @/kampus.cantik menerima layanan jasa iklan. Apalagi pengkorelasian perempuan dan kecantikan merupakan hal yang menarik minat dalam kancah pembicaraan global, sehingga akun dengan model seperti ini mudah untuk mendapatkan pasar ditengah masyarakat. Disini terdapat perubahan dari yang awalnya nilai guna menjadi nilai tukar. Praktik ini menyiratkan kepentingan ekonomi sehingga admin meraup dapat mengambil keuntungan maksimal tanpa ada kompensasi apapun untuk perempuan yang diposting.

Tidak hanya civitas akademik yang memiliki tanggungjawab untuk membasmi akun seperti, namun negara yang meratifikasi perjanjian Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination Against Women (CEDAW) juga harus turut mengambil tindakan sebab dalam perjanjian CEDAW, pengobjektifikasian perempuan dianggap sebagai salah satu bentuk diskriminasi terhadap perempuan. Tertulis jelas dalam Pasal 5 CEDAW mendefinisikan pengobjektifikasian perempuan sebagai pengekangan terhadap peran dan fungsi perempuan sebagai individu yang merdeka dengan menurunkan perempuan ke tingkat kehinaan dan penjualan, atau penggunaan perempuan sebagai objek seksual dalam iklan atau media massa. Negara perlu mengambil tindakan selain menghilangkan pengobjektifikasian dalam segala bentuk, namun juga memberi langkah pencegahan melalui pendidikan yang diintegrasikan dalam kurikulum pendidikan.

Referensi

Elanda, Y. (2019). Representasi Mitos Kecantikan dalam Kolom Female. Journal of Urban Sociology, 1(1), pp. 46–57

Murwani, E. (2010). Konstruksi ‘Bentuk Tubuh Perempuan’ Dalam Iklan Televisi. Ultimacomm: Jurnal Ilmu Komunikasi, 2(1), pp. 10–19.

Natalie, R. (2016). Empowerment, Control & The Female Body: Is Instagram a Platform for Change?

UTOMO, W. (2011). Gender inequality in Fatima mernissi’s novel Dreams of Trespass (1994): a socialist feminist approach (Doctoral dissertation, Universitas Muhammadiyah Surakarta).

Yanti, V. S., & Bajari, A. (2020). KONSTRUKSI CANTIK DALAM AKUN INSTAGRAM. Jurnal Ranah Komunikasi (JRK), 3(2), pp. 55–68.

Yuliani, S., & Demartoto, A. (2017). Konstruksi sosial mengenai tubuh perempuan dalam kaitannya dengan pornografi dan pornoaksi: laporan penelitian, penelitian kajian wanita. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sebelas Maret.

Catatan Tahunan Komnas Perempuan 2022

--

--

Debora Cindy Audylia
Debora Cindy Audylia

Written by Debora Cindy Audylia

Greetings! I am currently an undergraduate Law Student at Universitas Negeri Surabaya.

No responses yet